Puisi-Puisi Yani Al-Qudsy; Delusi

Yani Al-Qudsy

Puisi puisi cinta
Sumber: www.flickr.com

Delusi


Akang yang alpa
berani ke mimpimu tanpa bawa segenggam harta
jangankan apa itu tahta
di mata orang-orang bukan sosok berwibawa
bukan pula pribadi yang mahir dalam agama
yang menjadi damba para makmum dalam pencarian imamnya

Dik,
kau tahu tiap akhir pekan aku sedang di mana?
belum bisa aku mengajakmu ke pusat perbelanjaan
atau jalan ke taman seperti mereka yang dimabuk kasmaran
aku di sudut sempit perpustakaan kota
mengapeli buku-buku usang, menjamah rak-rak bisu
berharap kucontek sajak para manusia kasmaran
lalu kukisahkan pada kau yang kuhayalkan

Dik,
kau tahu detik hari sampai malam Akang habiskan di mana?
rumah makan kecil yang di pinggiran kota
jangan pikir aku hendak menyantap kulinernya
bukan, juga Akang bukanlah sang empunya
mangkuk, piring, dan perabot lain, gemericik air di tempat cuci gerabah, serta wangi lemon dari sabun yang bergulat dengan busa 
menjadi teman yang setia menghabiskan hari hingga pertemuan pada senja memungkasinya
sampai kemudian kota kita tertidur
sedang tiada akang tidur sebelum hayalkan sang kemustahilan
adalah kamu

Dik,
jangan rindukan Akang berfoto menggunakan pakaian wisuda lengkap bertoga
jangan kau idamkan di belakang namaku titel sarjana
lalu di undangan jadi sebuah penyetaraan bersanding dengan gelar yang kau punya
bertahan tidak lapar asal hidup membayangkanmu saja sudah lebih dari wah

Jangankan pula menyapamu dengan gadget canggih
hp ini saja pemberian atasan di rumah makan
merek nokia dari tangan kedua
meski aplikasi terbatas, bisa digunakan sms dan menelpon itu lebih dari cukup
namun lagi, tiada berani
karena menulis ketikan sapa untukmu, Dik
hanya lewat hayal bisa kulakukannya

Aku yang hanya pria alpa
masih mengocok botol sampo habis dengan air keran agar dapat menumpahkannya ke rambut ini
bolehkah berujar?
sungguh Akang merasa lebah kecil yang berihtiar mendekati bunga walau sadar kanan kiri banyak tawon gagah mengitari putik
kau berhak menunjuk satu tawon terbaik dengan sayap yang sempurna, dengan mahkota yang berkilau

Tapi
sesalmu tak pilih aku yang hanya lebah, Dik
sungguh-sungguh sesal itu akan tiba
sesalmu yang aku hayalkan sendiri
tentang sesalmu yang tak pernah benar-benar terjadi



Gilas


Hani
taukah pagiku kini sibuk?
tak sempat kusambut gayung mengguyurkan banyu pada tubuh
aku gigil
jemari tak bisa beranjak dari tatap mata
sebuah layar yang kutunjuk sebagai tersangka
olehnya aku tiada daya

Hani
siangku selalu sibuk
suara krucuk di perut bukan musibah
masih pada tatap wajah indah
kau juga kutunjuk tersangkanya
olehmu aku tiada geming tiada beranjak

Hani
bahkan soreku pun tak kalah sibuknya
pandangi pose ayu
dengan degup seribu
hingga lidahku kelu
bisu

Hani,
oh Hani,
malamku pun luar biasa sibuk
aku tidur pada layu sebuah hayal
wajah yang menamatkanku pada kegilaan entah
aku terkapar

Kau tahukah, Hani?
aku pemuja imajinasi
dan kau sama sekali tak membaca kesibukanku ini


Kudus, 06 Agustus 2019

Yani Al-Qudsy, ialah mana pena dari seorang blogger, pecinta sastra, penyuka kopi, dan rintik gerimis. Ibu rumah tangga, keseharian mengabdi pada sebuah Madrasah dan TPQ di Kudus. Anggota Komunitas Omah Gatra (Gandrung Sastra) Undaan Kudus, menulis di beberapa antologi puisi, diantaranya; Munajat Ramadhan (Nusantara Sakti, 2018), Bermemoar di Kedai Kopi (LovRinz, 2017), yang paling baru ialah antologi Sampah Serapah Sripah bersama Komunitas Kresek Indonesia (2019), Antologi Kapok Lombok terbitan Penerbit Intishar (2019), Antologi Penyair Nusantara 2019 Selinting Cinta Sesapa Mesra (Balai Bahasa Jateng, 2019). 

0 comments