Puisi-Puisi Fadlillah Rumayn; Tonggo Teparuh



TONGGO TEPARUH


rumah-rumah tidak memiliki orang tua
masing-masing dibangun bersama sendiri dan
langit yang memberi apa saja
saudara datang dari dalam tanah, rumput tinggal mula-mula
rumah-rumah berkenalan
menerima rupa dan bentuk
kau islam, budha, kristen, protestan, atau apapun
tonggo ora ngenal agomo
kau hidup di sampingku, kau saudaraku
Indonesia memberi warna darah yang sama
bumi memberi hati yang sama
aku menikmati lentog, gethuk, dan lempokmu
kau juga memuji  cenil, gerontol, dan kleponku
hoaaaa coro!!
aku sudah biasa dengan teriakan-teriakanmu
dan kau juga biasa dengan geger-gembernya anak-anakku
rumah-rumah kami dipersaudarakan oleh bumi
tonggo teparuh temancep neng jero ati


2018



TAMAN BOJANA


mengapa kita mencari hal-hal yang dijual
di taman bojana
kios-kios berhenti membeli
simbol tua tinggal di atap
melihat-lihat

warung gawai menawarkan paket
satu set harga tinggi
koran-koran di belakang asap roti
tenang menanti
laba-laba
hari-hari




MEMINTA RESTU MBOK BLANJAN


kemari, Mbok
kita lihat melalui GPS sejauh apa jarak yang kau tempuh tiap pagi
sejak ayam buta mengokok sembarangan
pasar kota berkelap-kelip dari jauh
membuat gairahmu kambuh

kemari, Mbok
kita nikmati spageti dingin sambil melihat sayur apa saja yang masih hari ini
selonjor banyar, banyak kangkung, tiga jagung, dan gandum
orang-orang kampung begitu sering mengonsumsi terong dan cabai
menutrisi bibir mereka agar semakin pedas dan ramai

kemari, Mbok
aku memilihkanmu sebuah gaun
saat kau ke mana-mana memakai daster dan caping
sudah banyak waktu kau menjadi tukang sayur
bisakah malam ini saja kau terlihat makmur?

Mbok, malam ini aku akan mempersunting seorang gadis
bila saja ia malu menjadi menantu mbok blanjan, aku tak jadi
bila saja ia mau karena aku polisi, aku juga tak jadi
bila saja ia mengerti betapa urat-urat kuatmulah yang menjadikanku begini
akan kujadikan ia benar cinta mati

tetapi sebentar, Mbok
apakah engkau merestui?




MEMAKAMKAN HARI


seorang mayat membariskan kamboja dan kapuk
nyanyian patah dan rempih
kau berdentum sendiri dalam tabuh biluh
kematian mengiring burung-burung yang sedang melakukan pulang
rumah-rumah merah menunggu padam
liang-liang mengabut cilik dan buih dan kardus terbirit
kita-kita mendiskusikan hari pemakaman dan kudapan
si bisu datang menyumbang tahlil arum
lelangit menabur misik dan kujur mayat meleleh di surga




KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT

; Mama


mama adalah kalimat majemuk bertingkat
merawat anak-anak rewel dan banyak alasan
menampung masalah-masalah dari banyak tempat

mama biasa membagi-bagi tugas anak-anak
dengan ‘dan’, ‘di’, ‘harus, ‘apabila’
bukan ‘tetapi, dan ‘seharusnya’

mama menginginkan anak-anak menjadi subjek
di awal maupun akhir paragraf
kami dibiasakan bangun pagi di awal paragraf
dan tidur sebelum halaman terakhir

mama memiliki semua ilmu dari semua sekolah
rumah adalah maha sekolah
tugas harian memiliki jam untuk dilaporkan
pekerjaan rumah yang dikerjakan di sekolah yang juga rumah

kami memiliki banyak ilmu
sejak sendok hingga lemari
sejak televisi hingga skripsi

mama membangun gedung tinggi dalam kepala kami, bukan perut
harapan-harapan bekerja di sana
merawat doa-doa


Fadlillah Rumayn, tinggal di Glagahwaru, Undaan, Kudus. Aktif di Komunitas Fiksi Kudus (Kofiku). Buku puisinya Menanam Hutan dengan Lenganmu Sendiri (Parist: 2017). Puisinya Surat untuk Mak menjadi Pemenang I Lomba Cipta Puisi Kofiku 2017. Cerpennya Battle Tirakat ikut terhimpun dalam buku kumpulan cerpen terbaik Kampus Fiksi Emas 2015, Senja yang Mendadak Bisu (de TEENS: 2015).

0 comments