Puisi-Puisi Dimas Nugraha: Buka Luwur: Cerita dari Duri Ikan

Dimas Nugraha

lukisan menara kudus orion bima

BUKA LUWUR: CERITA DARI DURI IKAN


“Akan aku ceritakan, Kang!”
begitulah bujuknya
duri ikan tanpa daging itu
yang tersangkut di kail pemancing bisu
“Siapakah duri yang kaupancing ini.”

*

Duri ikan:
dagingku bersembunyi di perut orang sakti
yang menolak hadiah raja saudi
hanya untuk sebuah batu
yang kelak menjadi material masjid kota kecilmu itu.
jika aku boleh menggosip orang lain,
Ki Ageng Kedu dengan tampahnya yang kita tahu
tidaklah tandingan dan jadilah nama sebuah desa
senasib dengan Guru Kebo Kenanga.

(tiba kini)

Masa inilah yang aku nanti-nanti
pada 10 Asyuro, hari raya bagi kita
waktu kelambu itu dibuka
aku masih merasa daging tubuhku ada
di sana, meski kita tidak meliatnya.
Seperti kau tau
di sini aku masih bebas berenang hidup
begitu hidup. Dalam legenda
seperti lampu-lampu sepanjang jalan malam kota
menolak padam. Menolak redup
“aku masih ada. Abadi dalam legenda.”

*

Pemancing bisu:
di tepi sumur seperti seonggok kayu
diam
mendengarkan
rahasia
tanpa pertanyaan
sesungguhnya bisu.
dan tiba-tiba pemancing itu
begitu rindu
mengucap salam;
ziarah ke makam kakeknya
tempat yang amatakrab
bagi masa kecilnya.


Kudus, 2019




FRAGMEN


Malam habis sobek
matahari menarik napas cepat dan pendek
seperti tergencat, bertanya mengapa terjadi
sekarang ini hari menadi sebatang korek api
Laut berkata, dengan lambaian pada ombaknya
cemara memanggil, bukankah itu menggigil?
baiklah sesorang akan mngoreksi, di luar kata.
kota pun lekas jadi cerah. “Bukankah kau ingin bangun pagi?”
Tanya seorang ibu mendobrak paksa mimpi aneh anaknya
di isi luar mimpi dan cuaca, penyair itu mencari kata pertamanya
(lalu larik, lalu bait) yang mampu bernapas di udara,
menyelam dalam air, berjalan pada daratan: apa ada?
Masih dengan mata gemuk, kau coba pecahkan. Selalu waspada
“Gila sejak kapan! Aku peduli kata pertama?”


Jepara, 2019






SEEKOR DOMBA


Seperti gelondong awan yang ditiup-tiupi udara
ada domba dengan kaki gatalnya kesana lalu kesini
hilang kawanan tanpa cinta dari gembala
seraknya adalah jerit bambu terjotos ribut bayu
apakah mata domba itu sedang menangis?
Ketika paruh hitam jarak mematuk bayang kangenku di air
setelah waktu mengukir bayang itu pada air
“Hari ini aku belum bisa kembali, Mama.”
ada kapsul pecah pada bidang kenyal ini, lidahku
aku merasa ada domba kecil berkaki gatal di hatiku
apakah mata domba bisa cucurkan asin air mata?


Kudus, Agustus 2019


Dimas Nugraha, lahir di Kudus, 1998. Suka puisi. Penulis buku kumpulan puisi “PECAH” (Reybook Media, 2019), yang merupakan buku pertamanya.

0 comments