Membincangkan Rawatirta dalam Nyambel Literasi Omah Gatra

bincang buku rawatirta
Mangir Chan memaparkan proses penggarapan "Rawatirta"


Kudus, Tajug.net — Komunitas Omah Garta Undaan Kudus menggelar Nyambel Litrasi: Bincang Buku "Rawatirta" pada Minggu, 1 Maret 2020 di Gubug Dheso Undaan. Acara yang dimulai pada 10.30 WIB ini menghadirkan beberapa penyair Undaan yang berkontribusi dalam antologi puisi perdana Omah Gatra. Hadir pula empat penyair kehormatan yaitu: Mukti Sutarman Espe, Jumari HS, Jimat Kalimasadha dan Isa Noor Suhud. 

Menurut Mangir Chan selaku ketua Omah Gatra, Nyambel Literasi atau sebutan dari Nyambi Belajar Literasi ini sebagai acara pungkasan dari rangkaian acara peluncuran "Rawatirta" yang sebelumnya sudah dilaksanakan beberapa acara lain yaitu: pelatihan menulis puisi dan wisata. 

Pada sesi pertama, Mangir Chan memaparkan proses penyusunan antologi puisi "Rawatirta" yang cukup susah. Bahkan Omah Gatra terpaksa memundurkan batas pengiriman puisi agar jumlah puisi yang akan dibukukan memenuhi target.

Beberapa penyair Undaan pun tampil ke depan memaparkan proses kreatif menulis puisinya. Aditya Galih Erlangga  harus melakukan riset dan membaca buku sejarah terlebih dahulu untuk mengenal lebih jauh tentang desa kelahirannya yang diangkat menjadi puisi. Arif Rohman lebih banyak mengamati apa yang akan dipuisikannya. Cak Fuad sempat dibuat bingung karena adanya mitos larangan menceritakan kembali tentang desanya. Fadlillah Rumayn lebih santai, karena sudah memiliki stok puisi Undaan yang ditulisnya ketika terbesit sesuatu tentang Undaan. 

Di sela diskusi pun diisi penampilan baca puisi oleh Aftitakhun Ni'mah dan Bagus Burhanuddin Suhud yang puisinya juga termuat dalam "Rawatirta".

Selanjutnya, secara bergantian, penyair kehormatan memberikan apresiasi serta saran dan kritiknya untuk Antologi "Rawatirta" dan Komunitas Omah Gatra. Jimat Kalimasadha mengibaratkan menulis puisi layaknya chef yang meracik Sup Keong. Penyair harus pandai meracik kata dan mengolah imajinasi sehingga jika memuisikan Sup Keong, akan terimajinasi lebih nikmat daripada aslinya.  

Jumari HS menganggap bahwa pemilihan judul buku sangat bagus dan cocok bagi Undaan. Isa Noor Suhud yang juga warga Undaan lebih mewanti-wanti agar penyair lebih baik menulis hal yang memang diketahui, agar tidak terjadi penyampaian dan pengungkapan yang keliru. Mukti Sutarman lebih mengkritisi soal puisi yang masih menggunakan Undaan sebagai tempelan saja. Tapi beliau juga memberikan apreasiasi bagi puisi yang berhasil menghadirkan Undaan secara utuh, bahkan Mukti merasa mendapatkan informasi baru setelah membaca puisi yang sangat kaya akan data. 

Para peserta juga aktif bertanya tentang puisi kepada penyair kehormatan. Acara yang dikemas santai itu diakhiri pukul 14.00 WIB. Diharapkan peserta yang hadir mendapatkan ilmu baru, teman baru dan semangat baru dalam berkarya. Mangir Chan juga mengharapkan komunitas literasi lain segera menyusul menerbitkan karya mereka, kemudian dibincangkan dan didiskusikan. (rey)


omah gatra undaan
Foto Bersama

0 comments