Puisi-Puisi Dimas Nugraha; Sajak Cinta




SAJAK CINTA


Ada yang berbisik:
kau harus memetik bunga itu
benih yang ditanam oleh Tuhanmu
Ke kiri lalu ke kanan, mata melirik
siapakah ia?
“Tapi, Puisi, di mana letak bunganya?”
Telusur taman jiwamu lebih jauh
petiklah cinta, katanya
petik. Dan tanam di dunia,
tanam. Jadilah ia bukti kelahiranmu.
Lalu aku teringat seorang alim dari jauh pernah bersyair
tentang kehidupan, puisi, tak luput pula cinta:
aku pernah hidup namun gelap seolah tak pernah lahir
adalah cinta, dikatakannya sebagai awal; sebagai pelita
(Jepara, Februari 2020)




KATA PICISAN


Mungkin, kau telah terlalu bosan
mendengar setoples permen warna-warni dari kata
dari mulut mereka yang inginkan cantikmu. Sebab
kau memanglah cantik. Dan aku
adalah orang yang juga menggila akan cantikmu.
Mungkin, kau hampir tak percaya. Sebab
telah banyak kata yang kau temui adalah kebohongan
barangkali kau pernah mendengar kata yang lebih pantas
lebih indah, lebih pas dan lebih wangi tapi semua semu
akan menjadi mayat, habis terkikis waktu
Mungkin, dalam sajak ini bunga kata juga akan layu
namun dalam hati dan usiaku, taring waktu hilang tajam
umur tumpul di tangan kecantikanmu.
(Jepara, Agustus 2019)




SAJAK UNTUK HARI INI


Hari ini kita dipaksa mengejar lampu hijau
mengucap selamat pagi, merasa nyala api di sepatu
langkah adalah detik adalah kedipan
bergairah di pagi hari tapi terpaksa lelah di kala petang
Di sini napas kita adalah ketergesaan
lambat artinya bodoh artinya cacing
hari ini adalah tergulungnya ia
hari ini adalah tergulungnya ia
hari ini adalah kehancuran dan kiamat
bagi ia yang dikata perenungan
Kita adalah kilat yang kehilangan gemuruhnya
hari ini aku dipaksa mengejar lampu hijau
hari ini aku keluar dari wujud cacingku
hari ini aku adalah kilat hilang gemuruh itu.
(Jepara, Februari 2020)


Dimas Nugraha, lahir di Kudus, 1998. Anggota Komunitas Fiksi Kudus dan penulis buku kumpulan puisi “PECAH” (Reybook Media, 2019), yang merupakan buku pertamanya.

0 comments