Puisi-Puisi Tegsa Teguh Satriyo [Sepekan Parade Puisi #DIRUMAHSAJA]

Tegsa Teguh Satriyo

puisi puisi covid-19


TELUR KEBODOHAN


aku menekuk-nekuk tubuhku sendiri
agar ia tak bandel, sejenak jinak
berdiam diri menjadi telur
di petarangan sepi

dengan bungkus keranjang
kupenjarakan ego yang mulai membangkang
yang hendak melompat hidup menjalang
dengan terus beracak pinggang

sementara aku, si telur gelisah itu
terus bertanya-tanya pada waktu

; kapan aku menetas dari
  dari eraman k e b o d o h a n ?


Semarang, April 2020


  


KAMI ADALAH KAMU


tolong jangan tuhankan kami
ini adalah bagian dari pekik janji
yang telah kami tulis dengan tulus
dan kami jalankan hingga ajal mengendus

namun, kau tak perlu mencatat lagi
sebagai bahan belajar segala materi
bagaimana kautumbuh dengan hati
bukan batu yang diam tak bisa dimengerti

jika kami harus pergi
biarlah kami pergi
karena kedatangan adalah muara kepergian

lalu, bukankah kami adalah kamu?


Semarang, April 2020



  

PERCUMBUAN SEORANG TAMU


sudah lama rumah-rumah berkawan sepi
orang-orang sibuk;
bekerja, sekolah, dan bersia-sia

kini rumah-rumah mendadak ramai
dengan pintu tertutup;
menggelar pesta, menimbang dosa, gibah kata

seorang tamu mengetuk pintu
rumah yang paling malu

; eh, ramadan, kukira kau tak akan datang
; aku akan mengajakmu bercumbu, di rumah
  yang paling bisu


Semarang, April 2020




APA TAK ADA TUHAN DI RUMAHMU?


karena sebuah aturan
segala gerak telah dirumahkan
termasuk pergerakan berketuhanan

aku senang-senang saja, meski tak bahagia

suara itu terdengar kencang dari hati orang-orang

suatu hari, ada berita menghebohkan
tentang orang berwajah gamang
saat para ustaz dan jamaahnya berdiskusi
dengan tuhan di hatinya sendiri-sendiri

orang berwajah gamang itu mencak-mencak
di teras masjid
memaki-maki, menyumpahi

bagaimana bala akan pergi
jika para alim meliburkan masjid semacam ini?

lalu seorang anak kecil
berteriak di balik jendela rumahnya

Apa tak ada Tuhan di rumahmu?


Semarang, April 2020

Tegsa Teguh Satriyo, lahir di Pati, 31 Januari 1988. Sejak 2006, ia menetap di Semarang. Guru bahasa Indonesia dan pelatih teater ini telah menerbitkan buku kumpulan puisi tunggalnya berjudul Jejak Tubuh. Selain itu, karya puisi, cerpen, dan naskah lakonnya turut terbukukan di berbagai antologi bersama. Ia pernah menjuarai lomba baca dan tulis puisi tingkat nasional. Pecinta cerpen eksperimental ini dapat disapa melalui IG @tegsakata, Youtube tegsakata.

0 comments