Puisi Tiyo Ardianto [Sepekan Parade Puisi #DIRUMAHSAJA]
BINGUNG, BINGUNGLAH!
dahsyat
tertangkap juga Corona itu
(bayangkan saja
ia siluman, ditandu priapria kekar
dengan pring apus
bulat tubuhnya yang gimbal mirip rambutan
dijerat
akar laut selatan)
– setelah empat puluh malam penuh
ia
dikepung gaung gong dan segala macam
mantra
upacara dari delapan penjuru
mampus kau! – orangorang keluar rumah
dengan jumawa, ikut dalam barisan ketika tahu yang diarak menuju pusat kota dan
akan dibakar adalah Corona.
di alunalun
bulan menggantung
siap jatuh jadi molotov
-membakar Corona, lalu kita semua?
tidak!
-harus ada algojo yang bertugas
menyelesaikannya
di manakah
ia, adakah ia dari kita?
atau
siapapun – unjuk langit, mengacunglah!
orang gendut yang kuncung rambutnya
mengacung
kemudian berjalan ke tengah tanah
orangorang memandangnya
dengan mata menyala kucing
ia hanya diam, sementara
semua bersorak so-rak-so-rak!
ber-gem-bi-ra!
ber-gem-bi-ra! se-mu-a!
sekarang orangorang bertanya,
-Corona ini akan dibakar dengan apa?
dengan apa selain api?
-apa api sudi?
bagaimana
jika ia menolak
dan berbalik membinasakan kita semua?
orang gendut yang kuncung rambutnya
itu berdiri
menengadah, sesekali memejamkan mata –
seperti merenung
seperti menahan perih juga
ketika orangorang berhenti bertanya
sambil terisakisak, ia –orang gendut
itu– balik bertanya,
“aku heran, mengapa keangkuhan
tibatiba hilang?
kebencian yang puncak, mengapa
memuntahkan lava ragu?
cepat bakar – bakar dengan apa – apa
selain api – bagaimana jika Corona
tak bakal mati?
semua bertanya
tapi mengapa tak ada yang bertanya,
pertanyaan apa yang harus dijawab
Corona?”
semua bisu semua beku
semua seperti pasir kering di gurun
tanpa angin
“siapa yang
telah memberimu nama Corona?”
gadis kecil (sepertinya yatim piatu)
memulai pertanyaan
pertanyaan lain berjumpalitan, hanya
sedikit yang mampu
dituliskan
“sampai
berapa lama engkau diutus, Corona?”
“membakarmu
– menyucikan atau menantang kodrat?”
“apakah
kita ini tentara Namrud?”
“itu pertanyaan buat kita,
pertanyaan buat Corona :
apakah engkau bagian Baginda Ibrahim, Corona?”
Ketika semua bertanya, suara yang
tersisa hanyalah
Corona? – Corona? – Corona?
pa-apa? – na-mana? – pa-siapa?
mengapa? – mengapa? kah-kah-kah?
Belum puas mereka bertanya, orang
gendut yang
kuncung rambutnya itu seperti
menyudahi sidang
“sekarang baiknya semua pulang!
yang akan kita bakar tak akan bisa
terbakar
adakah yang mau melumuri tubuh sendiri
dengan
-panas api?”
tertangkap juga orangorang itu
tertangkap juga
tertangkap-ngkap, dahsyat!
22 April 2020
Tiyo Ardianto, tinggal
di Kudus. Dikenal sebagai anak muda yang aktif dalam kegiatan seni, sastra, dan
budaya. Telah meninggalkan sekolah formal dan menempuh jalur pendidikan
alternatif di Omah Dongeng Marwah. Terpilih sebagai peserta Pertemuan Penyair
Nusantara (PPN) XI tahun 2019 di Kudus. Bisa disapa melalui facebook: Tiyo Ardianto.
0 comments