Almira tidak Suka Hujan
Musim hujan
datang. Hampir setiap pagi saat berangkat sekolah, atau setiap sore menjelang
malam, turun hujan. Rumput-rumput mulai tumbuh melebat. Pohon-pohon mulai
berdaun lebat. Suhu udara pun sering berubah-ubah, terkadang panas bikin
gerah, terkadang pula dingin bikin gigil.
“Kenapa hujan
ada?” tanya Almira pada mamanya selesai sarapan.
Mama
menjelaskan, “Karena makhluk hidup butuh air.”
“Tapi tidak
sebanyak dan sesering ini.” Almira terlihat sebal.
“Bisa jadi air
yang turun juga untuk cadangan air di bumi.”
“Almira benci
hujan.” Almira kemudian bangkit, tak menghabiskan telur dadarnya.
Hujan turun
pagi ini, dan Almira benci itu. Karena hujan turun saat dia mau berangkat
sekolah. Dia terpaksa harus memasukkan sepatunya ke plastik, dan mengenakan
sandal karet. Dia pun harus mengenakan jas hujan yang bikin pengap.
“Ke sekolah
saja sekarang ribet seperti ini, Ma. Ini gara-gara hujan.” Almira menekuk
wajahnya.
“Hujan tidak
salah, Almira.”
“Tapi kenapa
hujan selalu turun saat Almira mau ke sekolah?”
“Karena hujan
ingin mengantar Almira ke sekolah.” Mama tersenyum, berusaha tetap menyemangati
Almira.
“Almira tidak
mau diantar hujan, karena hujan cuma bikin repot. Banyak air menggenang di
jalan. Jalanan juga licin. Saat bersepeda di jalan, terkadang Almira terciprat
air karena motor atau mobil yang melintas kencang di atas genangan. Almira
benci itu.”
Almira
terkadang mogok sekolah dan maunya dibonceng Papa naik motor. Sayangnya hari
ini Papa harus berangkat lebih awal ke kantor.
“Besok Papa
sudah janji akan mengantar Almira ke sekolah. Semangat dong.”
Teman-teman
Almira di sekolah malah terlihat senang jika turun hujan. Mereka bisa bermain
air. Mereka bisa hujan-hujanan. Mereka senang karena bisa pamer sandal
lucu-lucu mereka ketika berangkat ke sekolah. Mereka juga senang karena bunga
di sekolah tumbuh segar.
***
Hari ini Siska
dan Tiara tidak masuk sekolah karena sakit. Kata ibu guru, mereka demam karena
kehujanan kemarin. Saat pulang, mereka lupa membawa jas hujan, akhirnya
hujan-hujanan dari sekolah sampai rumah.
“Anak-anak
jangan hujan-hujan ya. Jaga kesehatan kalian.” Ibu guru memberi nasihat.
“Kenapa hujan
jahat? Bikin Siska dan Tiara sakit?” Almira tiba-tiba nyeletuk.
“Eh, hujan
tidak jahat. Hujan datang membawa kebaikan,” kata ibu guru.
Almira masih
saja teguh dengan kebenciannya, “Tapi hujan sudah membuat Siska dan Tiara
sakit. Hujan juga sering menghalangi kita kalau mau sekolah.”
Ibu guru
menghela napas, “Bukan salah hujan, itu karena Siska dan Tiara hujan-hujanan kemarin.”
Almira
sepertinya masih tak puas dengan jawaban ibu guru. Dia masih benci hujan.
***
Almira sedang
menonton TV bersama Mama setelah belajar. PR matematikanya sudah dia kerjakan.
Seperti biasa, Mama lebih memilih menonton berita daripada tayangan lain.
Almira hanya ikut saja, karena malam-malam seperti ini tidak ada kartun.
Diberitakan
bahwa beberapa wilayah banjir karena hujan lebat yang tidak diimbangi aliran selokan
dan sungai yang lancar. Almira memperhatikan beberapa berita mengabarkan hal
yang sama di daerah berbeda.
“Ma, hujan
sudah bikin banjir. Jahat ya?” Almira tiba-tiba berkomentar.
Mama
tersenyum, kemudian membelai rambut panjang Almira, “Itu bukan salah hujan,
Almira.”
“Tapi hujan
juga sudah bikin Siskda dan Tiara sakit. Tadi mereka tidak masuk sekolah,”
lanjut Almira.
Mama
menggeleng, “Itu juga bukan salah hujan. Kita tidak bisa menyalahkan hujan,
karena hujan adalah pemberian Tuhan. Hujan turun karena sudah siklusnya seperti
itu. Bayangkan jika hujan tidak turun, akan ada kekeringan, air akan habis,
tumbuhan mati. Nanti Almira tidak bisa mandi lagi, tidak bisa makan buah atau
nasi.”
“Tapi hujan
sudah bikin banjir, Ma.”
“Cobalah kita
intropeksi diri. Jika sungai itu bersih, air hujan akan lancar mengalir hingga
ke laut. Nah, kita lihat kondisi sungai kita, banyak sampah yang menghambat
aliran air, iya kan? Pantas saja jadi banjir, karena air yang akan mengalir ke
laut jadi terhalang. Siska dan Tiara sakit karena mereka hujan-hujanan, padahal
bisa jadi daya tahan tubuh mereka sedang tidak baik. Coba mereka tidak
hujan-hujan, tidak akan sakit.”
“Oh gitu, ya
Ma? Jadi bagaimana biar tidak banjir?”
“Bisa dimulai dari
aksi kecil kita sendiri, seperti membuang sampah pada tempatnya atau tidak di
sungai. Almira kalau buang sisa snack
dan lain-lain jangan sembarangan ya, harus ke tempat sampah. Mama sering lihat
loh bungkus snack ada di meja belajar
Almira.”
Almira
tersenyum malu. Kebiasan buruknya itu, ternyata cukup diperhatikan Mama.
Almira kini
paham, bahwa hujan turun karena memang sudah menjadi siklus alam. Hujan turun
membawa kehidupan. Tumbuhan jadi hidup dan sumber air tak kering. Almira pun
sadar, bahwa banjir dan sakit karena hujan adalah kelalaian manusia itu
sendiri.
Reyhan M Abdurrohman, menerbitkan tiga novel: Ajari Aku Melupakanmu, Mendayung Impian dan Chiang Mai. Ketua Komunitas Fiksi Kudus, redaktur tajug.net. Karyanya dimuat di berbagai media seperti: Tempo, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Solo Pos, Panjebar Semangat.
1 comments
Keren banget kak reyhan.... Sangat mengedukasi
BalasHapus