Mantan Tak Usah Digendong, Biar Jalan Sendiri

Kavin K

esai kavin kaff

Biarkan dia jalan sendiri. 
Sudah besar kok, tidak usah digendong. 
Berat, biar Dilan saja.


Berpisah merupakan pilihan besar yang cukup sulit. Bagaimana tidak, setelah memutuskan bersama, harus berakhir dengan perpisahan. Hmmm, menyedihkan memang. Air mata pasti akan tumpah, hati pun merintih. Makan jadi hambar, hidup jadi tak keruan. Tapi kita bisa apa, selain merelakan. Toh sudah jadi keputusan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi suatu perpisahan. Misalnya perbedaan prinsip, diselingkuhi, ketahuan selingkuh, ada masalah yang tak dapat dijelaskan, dan mungkin masih banyak lagi.  Tapi sebelum memutuskan untuk berpisah, sebenarnya masih bisa dirundingkan ulang, saling intropeksi diri, berpikir dengan kepala dingin, dan mencoba membangun kepercayaan lagi, sehingga hubungan jadi terselamatkan. Itu lebih baik bukan?

Jika tak bisa diselamatkan lagi, dan berpisah menjadi keputusan terbaik, ya … selamat menempuh hidup baru, tanpa si dia. Berat? Ya, bisa jadi, tapi bukankah itu risiko? Bukankah setiap keputusan yang kita pilih memang punya risiko masin-masing. Tak usahlah pikirkan risikonya, pikirkan saja hal baiknya. Sekarang yang terpenting adalah, move on. Merelakan!

Ingin cepat move on, tapi bayangan si dia masih sering muncul di waktu dan tempat yang tak tepat. Duh, bisa jadi ternyata kita belum benar-benar siap berpisah. Kita sudah  berusaha melupakan dengan membuang segala hal yang membuatmu terkenang, misalnya hadiah pemberian si dia, tak mengunjungi tempat bersejarah dengan si dia, atau bahkan menghapus semua foto dan kontak si dia dari posel kita. Percuma, jika kita masih belum benar-benar membiarkannya berjalan sendiri saja.

Mari coba kita ingat-ingat lagi, apakah kita punya salah terhadap mantan kita? Ataukah kita masih belum bisa memaafkan kesalahan mantan? Nah, di sini pokok permasalahannya. Kita masih punya beban. Kalau kata pimpinan redaktur Tajug, Pak J, kita masih menggendong orang itu. Ya, dengan kita belum minta maaf, atau belum memaafkan, berarti kita masih menggendongnya. Duh, berat kan?

Menggendong di sini, berarti kita masih memikul segala hal yang berkaitan dengan mantan, atau orang yang pernah punya masalah atau kita “tuduh” bermasalah dengan kita. Kita belum benar-benar selesai dengannya. Karena beban inilah yang membuat kita susah untuk move on, susah untuk berjalan maju. Ini yang bikin kita terus kepikiran. Lalu bagaimana caranya?

Memang tidak ada cara yang instan. Semua butuh proses. Tapi bukan berarti tidak bisa. Coba deh jika punya salah, coba minta maaf ke dia. Bisa secara langsung, atau cukup lewat telepon atau whatsapp. Jika kita masih merasa bahwa dia punya salah ke kita, dan kita belum bisa memafkannya, coba ikhlaskan, maafkan dia.  Biarkan dia jalan sendiri. Sudah besar kok, tidak usah digendong. Berat, biar Dilan saja.

The truth is, unless you let go, unless you forgive yourself, unless you forgive the situation, unless you realize that the situation is over, you cannot move forward,” kata Steve Maraboli, seorang motivator terkenal yang juga menulis buku Life, the Truth, and Being Free . Benar jika memaafkan dan mengikhlaskan dan sadar bahwa semua sudah selesai adalah kunci agar kita terus bisa bergerak maju.

Ya, sekarang kembali lagi ke kita. Apakah kita tetap mau menggendong mantan yang berat itu? Atau membiarkannya berjalan sendiri, sehingga kita pun akan bisa berjalan maju dengan ringan dan riang. Mantan tidak untuk dibuang, tidak pula untuk dikenang, tapi dibiarkan. Fokus pada diri, cari yang baru. Hehehe.


Kavin K, lahir dan besar di Kudus. Penyuka warna putih dan biru. Suka berwisata kuliner.

0 comments