Mantan Tak Usah Digendong, Biar Jalan Sendiri
Biarkan dia jalan sendiri.
Sudah besar kok, tidak usah digendong.
Berat, biar Dilan saja.
Berpisah merupakan pilihan besar yang cukup sulit. Bagaimana
tidak, setelah memutuskan bersama, harus berakhir dengan perpisahan. Hmmm,
menyedihkan memang. Air mata pasti akan tumpah, hati pun merintih. Makan jadi
hambar, hidup jadi tak keruan. Tapi kita bisa apa, selain merelakan. Toh sudah
jadi keputusan.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi suatu perpisahan.
Misalnya perbedaan prinsip, diselingkuhi, ketahuan selingkuh, ada masalah yang
tak dapat dijelaskan, dan mungkin masih banyak lagi. Tapi sebelum memutuskan untuk berpisah,
sebenarnya masih bisa dirundingkan ulang, saling intropeksi diri, berpikir
dengan kepala dingin, dan mencoba membangun kepercayaan lagi, sehingga hubungan
jadi terselamatkan. Itu lebih baik bukan?
Jika tak bisa diselamatkan lagi, dan berpisah menjadi
keputusan terbaik, ya … selamat menempuh hidup baru, tanpa si dia. Berat? Ya,
bisa jadi, tapi bukankah itu risiko? Bukankah setiap keputusan yang kita pilih
memang punya risiko masin-masing. Tak usahlah pikirkan risikonya, pikirkan saja
hal baiknya. Sekarang yang terpenting adalah, move on. Merelakan!
Ingin cepat move on,
tapi bayangan si dia masih sering muncul di waktu dan tempat yang tak tepat.
Duh, bisa jadi ternyata kita belum benar-benar siap berpisah. Kita sudah berusaha melupakan dengan membuang segala hal
yang membuatmu terkenang, misalnya hadiah pemberian si dia, tak mengunjungi
tempat bersejarah dengan si dia, atau bahkan menghapus semua foto dan kontak si
dia dari posel kita. Percuma, jika kita masih belum benar-benar membiarkannya
berjalan sendiri saja.
Mari coba kita ingat-ingat lagi, apakah kita punya salah
terhadap mantan kita? Ataukah kita masih belum bisa memaafkan kesalahan mantan?
Nah, di sini pokok permasalahannya. Kita masih punya beban. Kalau kata pimpinan
redaktur Tajug, Pak J, kita masih menggendong orang itu. Ya, dengan kita belum
minta maaf, atau belum memaafkan, berarti kita masih menggendongnya. Duh, berat
kan?
Menggendong di sini, berarti kita masih memikul segala hal
yang berkaitan dengan mantan, atau orang yang pernah punya masalah atau kita “tuduh”
bermasalah dengan kita. Kita belum benar-benar selesai dengannya. Karena beban
inilah yang membuat kita susah untuk move
on, susah untuk berjalan maju. Ini yang bikin kita terus kepikiran. Lalu
bagaimana caranya?
Memang tidak ada cara yang instan. Semua butuh proses. Tapi
bukan berarti tidak bisa. Coba deh jika punya salah, coba minta maaf ke dia.
Bisa secara langsung, atau cukup lewat telepon atau whatsapp. Jika kita masih
merasa bahwa dia punya salah ke kita, dan kita belum bisa memafkannya, coba
ikhlaskan, maafkan dia. Biarkan dia
jalan sendiri. Sudah besar kok, tidak usah digendong. Berat, biar Dilan saja.
“The truth is, unless
you let go, unless you forgive yourself, unless you forgive the situation,
unless you realize that the situation is over, you cannot move forward,” kata
Steve Maraboli, seorang motivator terkenal yang juga menulis buku Life, the Truth, and Being Free .
Benar jika memaafkan dan mengikhlaskan dan sadar bahwa semua sudah selesai
adalah kunci agar kita terus bisa bergerak maju.
Ya, sekarang kembali lagi ke kita. Apakah kita tetap mau
menggendong mantan yang berat itu? Atau membiarkannya berjalan sendiri,
sehingga kita pun akan bisa berjalan maju dengan ringan dan riang. Mantan tidak
untuk dibuang, tidak pula untuk dikenang, tapi dibiarkan. Fokus pada diri, cari
yang baru. Hehehe.
Kavin K, lahir dan besar di Kudus. Penyuka warna putih dan biru. Suka berwisata kuliner.
0 comments