Kabinet Dapur



Mari kita belajar membaca dapur. Sebuah ruang di rumah kita yang kebanyakan terletak di sisi belakang. Ruangannya agak kotor dibandingkan dengan ruang keluarga dan ruang tamu. Akan tetapi, di sana tersimpan banyak kegembiraan, kegelisahan, keakraban, dan segala sejenis rasa: pedas, asin, manis, kecut, getar. Saya membayangkan, dapur adalah pusat pemerintahan keluarga, pusat kegembiraan, sekaligus panggung orkestra, dan pemimpin orkestra itu bernama Mama. Kenapa Mama? Karena Mama adalah wanita.

Mama adalah satu-satunya orang yang selalu membagi nutrisi kepada kita sejak kita berada dalam rahimnya. Beliau satu-satunya orang, dengan rahim (sayang)nya itu mendistribusikan keadilan kepada anak-anaknya. Dengan demikian, Mama adalah the leader of justice, pemimpin keadilan nomor satu di dunia. Jika ada situasi injustice  di sekitar kehidupan kita, pasti Mama adalah orang pertama yang merasakan ketidakadilan tersebut.

Ketika sedang memasak, Mama selalu mempunyai visi, misi, dan tujuan jelas, yakni terwujudnya kegembiraan, kelezatan, ketercukupan gizi, dan keadilan sosial keluarga. Tak peduli berapapun uang belanja yang diberikan oleh Papa, visi, misi, dan tujuan tersebut selalu terpampang jelas di dinding kitchen cabinet dan di dalam pikiran Mama.

Secara harfiah, kitchen cabinet berarti kabinet dapur atau kita sebut dengan lemari dapur. Di dalam almari tersebut ada ruang-ruang kecil atau rak-rak tempat bumbu dan rempah-rempah disimpan. Setiap hari Mama memeriksa isi kabinet atau almari itu, tentu saja dengan berbagai macam pikiran dan perasaan. Ketika ruang-ruang itu penuh bumbu, Mama sering tersenyum sebab beliau akan dengan mudah menghasilkan masakan favorit keluarga, seperti seorang raja yang bisa membahagiakan rakyatnya.

Begitulah yang terjadi. Mama sebagai chef bertugas menjadi dirigen atau konduktor dari orkestra bumbu dan rempah dapur untuk menghasilkan sebuah gastronomy yang kita kenal sebagai seni menyuguhkan makanan. Kuliner tidak sekedar membicarakan kenyang belaka. Selera, rasa, kelezatan, dan keakraban keluarga adalah urusan nasional di dalam pemerintahan dapur. Standar yang digunakan jelas, yakni gurindam berikut ini:  gendang perut, tali kecapi; senang perut, senanglah hati

Menjadi dirigen, memegang sebuah kepemimpinan, tentu bukan pekerjaan ringan. Bumbu dan rempah adalah anggota kabinet dapur yang tidak bisa diperintah. Mereka memiliki rasa masing-masing. Mereka adalah penghuni kabinet dengan fungsi, peran, dan tugas khusus. Mama tak bisa memerintah mereka. Lalu apa yang dilakukan oleh Mama sebagai pemegang leadership?

Karena tidak bisa memerintah bumbu dan rempah, Mama ditantang untuk harus bisa mengelola dan mengatur mereka. Keberhasilan Mama ditentukan oleh kemampuannya me-manage anggota-anggota kabinet dapur untuk menghasilkan masakan yang sempurna. Mama tidak sekadar membutuhkan keterapilan, pengalaman, ilmu pengetahuan, melainkan memerlukan juga empati dan intuisi; perpaduan sempurna segala unsur yang diperlukan oleh seorang untuk menjadi expert.

Sampai di sini, adakah pemimpin yang melebihi seorang mama?

***

Pelajaran berharga dari dapur ini menjadi menarik ketika para mama mulai meninggalkan tradisi memasak dan mengalihkan keakraban dan fungsi dapur pindah ke restoran atau rumah makan. Pemerintahan dapur seperti telah dikudeta oleh budaya praktis pragmatis. Fenomena ini berjalan semakin sempurna dengan dukungan dari teknologi pengiriman online, seperti gojek atau grab food. Pemerintahan dapur telah direbut oleh kekuasaan lain, yakni kelompok pemilik modal yang mampu mengontrol mulai dari cara hidup hingga selera manusia.

Adakah hubungan yang masuk akal antara melunturnya tradisi dapur dengan menipisnya keakraban nasional. Adakah hubungan antara kitchen cabinet dengan government cabinet. Apakah setiap government cabinet yang resmi harus memiliki kitchen cabinet yang bekerja di bagian belakang tak nampak di dalam rumah kekuasaan?

Entahlah. Itu urusan lain. Saya takut membicarakannya.

Dengan memahami dapur kita semakin menyadari pentingnya peran Mama sebagai leadership dari orkestra bumbu dan rempah, sehingga menyebabkan lidah anggota keluarga menari-nari riang gembira. Ketidakhadiran Mama di dapur sekali saja pada pagi hari, pasti akan mempengaruhi stabilitas perut seluruh anggota keluarga. Anak-anak berangkat sekolah dengan perut lapar, Ayah berangkat kerja dengan tidak nyaman. Pagi dimulai dengan kekacauan, padahal tahukah kalian, sejarah selalu dimulai dari pagi hari.

Dapur seharusnya menjadi pusat keluarga dan menjadi ibu kota negara. Di sana ada Mama yang seluruh sistem hidupnya dipersembahkan untuk melayani, untuk mengakrabkan, untuk mensejahterakan, dan untuk mengalirkan keadilan hingga ke sela-sela karang gigi. Kepemimpinan sempurna ternyata berawal dari dalam rumah kita, terletak di bagian belakang, dan di-manage oleh seorang yang memahami dan berpengalaman: seorang mama.

Dapur adalah seni untuk menjaga keharmonisan hidup. Dapur tidak sekedar masalah makanan yang mengenyangkan perut. Dapur justru lebih berurusan dengan cinta, kasing sayang, keakraban dan kegembiraan. Ilmu gastronomy bekerja dengan memaksimalkan kabinet dapur untuk mengaktifkan sinyal kegembiraan tersebut. Semua itu perlu kehadiran seorang mama.

Memang, seorang pemimpin adalah seorang mama. Beliau mempersembahkan seluruh hidupnya demi masyarakat terkecil, yakni masyarakat keluarga. Beliau berani lapar demi anak-anaknya. Sebab, anak-anak hari ini adalah pemimpin di masa depan. Mereka harus diselamatkan dan penyelamatan tersebut harus menjadi sebuah gerakan yang dimulai dari dapur. Mama sudah melakukannya setiap hari; sejak tadi pagi, sebelum yang lain bangun. Setiap mama selalu mengerti bahwa sejarah dimulai pada pagi hari.

***

Baca juga: 

Tentang Penulis:
Photo
Redaktur Tajug.net. Bisa diakses di bit.ly/bu-buku

0 comments