Kembalikan Kami ke Sekolah
Kerinduan
kami tak terbalas, karena sekolah masih mengintensifkan program “Pendidikan Online“. Sistem pendidikan yang
mendadak bikin kelabakan ini, bukan kehendak kita semua, melainkan karena Covid-19.
Tetapi virus yang semula dari Kota Wuhan ini tidak bisa diusir dengan mudah, bahkan
hari demi hari justru makin bertambah saja angka positif terpapar Covid-19 di
Indonesia. Angka yang belum juga melandai inilah penyebab semua berubah,
termasuk dalam bidang pendidikan.
Mengamati
perjalanan Sekolah Daring tiga bulan terakhir, banyak orang bertanya-tanya, bisakah
sistem pendidikan tersebut mencerdaskan bangsa. Kemudian bagaimana efisiensinya
bagi sekolah dan peserta didik. Lalu apakah Sekolah Daring efektif untuk
menjadi model pembelajaran dalam satu tahun ini, dan bisa jadi tahun yang akan
datang.
Kita
mengetahui bahwa pendidkan adalah pembelajaran tentang pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi
ke generasi melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Dalam dunia
pendidikan, guru merupakan peran penting
yang memiliki keahlian khusus. Namun, juga mempunyai cara mengajar
dengan baik dan benar, agar siswa dapat memahami apa yang dijelaskan. Sebab
keberhasilan siswa juga tergantung pada guru yang mengajarkan.
Koordinasi yang Membingungkan
Tetapi,
pengalaman beberapa bulan mengikuti Sekolah Daring, terutama ketika penjelasan dibuat dalam bentuk video atau voice note ternyata memunculkan masalah. Disaat
siswa dituntut mengikuti dan memahami, justru membuat siswa bingung. Tak hanya
itu, ada beberapa guru yang memberikan daftar kehadiran tidak terjadwal. Satu
contoh, pelajaran sejarah dimulai jam 10 pagi, sebelum masuk jam yang sudah
dijadwalkan, guru tersebut sudah memberikan pemberitahuan agar siswa mengisi
daftar hadir. Padahal siswa masih mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru pada
jam tersebut. Keadaan ini menggambarkan lemahnya koordinasi dan manajemen, sekaligus
gagalnya target pembelajaran. Membingungkan.
Belum lagi jika ada guru yang hanya memberikan materi dalam bentuk dokumen tanpa penjelasan, lalu diberikan tugas yang lebih sulit dari contoh-contoh yang sudah ada. harus ke manakah siswa bertanya? Di sini memang harus ada kesepakatan antara pendidik dan siswa untuk memilih model pembelajaran yang nyaman dan ramah untuk semua.
Sekarang
siswa harus siap dengan baterai ponsel pintar atau laptop, sebelum pembelajaran
daring berlangsung. Acapkali juga terkendala sinyal dan kuota yang menipis. Persoalan
itu bagi siswa yang secara ekonomi tercukupi dan orang tua yang melek teknologi
bukanlah menjadi maslaah. Untuk Sekolah Daring ini setiap siswa harus membeli
kuota yang memadahi, katakanlah setiap anak butuh Rp10.000 setiap harinya. Ini
cukup menguras kantong. Belum lagi harus menyediakan ponsel pintar atau laptop
yang memadahi.
Persoalan
pendidikan sekarang sangat menyedihkan karena keberhasilan pembelajaran yang
cenderung gagal, karena faktor budaya belajar, teknologi, ekonomi dan letak geografis.
Ini menunjukkan bahwa Sekolah Daring kurang atau dapat kita tegaskan tidak
efisien tidak mencapai tujuan.
Banyak Siswa Mengeluh
Sampai
hari ini dan mungkin masih lama lagi, kita akan mendengar ribuan bahkan jutaan
siswa yang mengeluh jika saja Sekolah Daring ini masih diadakan. Secara umum
siswa tidak terbiasa menjadikan rumah sebagai tempat belajar di saat pagi hingga
siang hari. Dan mengganti jam istirahat di malam hari yang tidak menentu. Tidak
ada lagi bercengkrama dengan teman saat jam istirahat, tidak ada lagi jajan di
kantin, ini benar-benar membuat semangat belajar turun drastis.
Memaklumi
keadaan yang sedang dihadapi merupakan
kebiasaan atau tradisi orang Indonesia. Tetapi bagi generasi milenial yang
sudah terlanjur dipacu untuk maju. Tentu tidak bisa menerima kondisi tanpa
protes atau koreksi. Terlebih dalam persoalan pendidikan yang merupakan sarana
utama atau tulang punggung pembentukan tegaknya kualitas manusia. Maka tidak
berlebihan bilamana kebijakan pemerintah dalam menetapkan Sekolah Daring harus
ditinjau ulang. Kembalikan siswa ke sekolah. Agar tujuan mencerdaskan bangsa
tidak terputus (missing link) rantai
pembelajarannya. Jika perekonomian bisa new
normal, kenapa pendidikan tidak? Semoga lekas ada solusi yang cerdas dan tepat untuk permasalahan pendidikan yang belum juga menemui titik cahaya.

0 comments