Bau Kentut di Sekitar PMII
Syamsuddin
Keburukan PMII yang sering saya dengar saat
itu, “Woy, bro, ora usah melu PMII, PMII iku politis, PMII iku penjilat, nik masuk PMII nggak bakal dirumat, PMII hanya fokus mikirin awake dewe, dan bla, bla, bla.”
Sepolos-polosnya Maba, siapa yang tidak tersulut emosinya. Padahal saat OPAK (Orentasi Pengenalan Akademik
Kampus) banyak panitia yang berasal dari PMII. Ketua Ormawa juga banyak yang ikut PMII. Seperti terbalik, ya? Seharusnya kan pengikutnya sedikit.
Sebenarnya apa yang salah? Sehubungan dengan itu, saya justru malah
tertarik untuk ikut PMII. Ya, awalnya ingin memastikan saja.
Setelah saya ikut PMII, saya baru paham bahwa
PMII merupakan organisasi sayap NU yang fokus di ranah kampus. Organisasi ini menjadikan Aswaja sebagai manhaj, meliputi
manhaj al fikr (cara berpikir) dan manhaj taghayyur ijtima (pola
perubahan sosial kemasyarakatan), maksudnya adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Aswaja dijadikan landasan berpikir dan bertindak, antara lain, sikap tawashut, tasamuh, ta’adul,
tawazun, dan amar makruf nahi mungkar.
Kenapa ada selentingan-selentingan yang mengganggu telinga saya tentang
kejelekan PMII? Saya mengibaratkan selentingan tersebut sama dengan kentut.
Bukan maksud apa-apa sih, kentut kalau keluar dengan bau tidak sedap bisa
membuat orang bingung, tidak suka, menuduh orang sembarangan, dan lain
sebagainya. Kemudian, beberapa saat hilang dihempas angin. Wuuusss. Lah dalah, bikin heboh saja.
Adapun model kentut-kentut ini ada beberapa macam loh, kurang-lebihnya; pertama, kentut yang mengeluarkan gas kebencian. Yah! Maklum PMII itu merupakan organisasi sayap NU, membesarkan PMII sama dengan membesarkan NU sebagaimana berkhidmat di Banum NU lainnya, yang jelas Organisasi ini banyak yang menyukai banyak pula yang membenci, hal ini sudah kodrat bahwa
فان لكل احد محبا ومغضبا
yang artinya, “Setiap sesuatu pasti ada yang suka dan tidak
suka.” Sehingga,
menjadi bagian dari PMII berarti siap-siap dibenci oleh oknum yang membenci PMII,
kalau sudah berbicara like dan dislike memang berat. Sebagaimana sayyidina Ali berkata, “Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada
siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak
butuh itu.”
Saya sadar, sebaik apa pun PMII, bagi pembencinya akan tetap membencinya dan akan terus berusaha
mempengaruhi yang lainnya supaya bisa ikut membencinya, minimal tidak menyukainya. Berlawanan, bagi yang menyukai dan mencintai PMII, apa pun dan bagaimanapun kondisi PMII dia akan tetap teguh mencintainya, itulah
kuatnya CINTA.
Kedua, kentut yang mengeluarkan gas politis, kentut
ini biasanya sering dikeluarkan saat momen Pemilwa dan pasca-Pemilwa, mereka selalu berkoar-koar semacam ini, “Tuh lihat, PMII selalu sibuk ngurus
politik kampus, sibuk memenangkan Pemilwa, nanti juga sibuk memenagkan
Musyma, pokoe politis,
mulakno awak-awakmu aja melu-melu kaya ngono, kalian nik wes melu PMII mung dimanfaatno.” Lucunya, yang mengatakan hal demikian itu mengaku dari
kaum netral. Sungguh aneh bukan, ngakunya netral kok bicara politik,
jangan-jangan mereka ... yah, kalau mereka netral tidak perlulah berbicara
tentang politik kampus, apalagi kalau sampai ikut campur, dalam bahasa lain
jika mereka ikut campur justru mereka yang politis, ups, ketahuan deh.
Wajar apabila anggota baru PMII dan non
PMII sempat muncul pertanyaan, “Mengapa
PMII sibuk mikirin politik kampus?” Pertanyaan ini juga sempat saya tanyakan kepada
senior-senior (kakak tingkat) di masa itu, jawabannya, “PMII mau memimpin apa dipimpin?”
Jawaban seperti itu membuat saya berpikir bahwa secara tidak langsung senior
menyuruh PMII yang notabene mayoritas di kampus harus bisa memimpin. Jawaban ini menurut saya kurang logis, tapi setidaknya rasa penasaran mulai
terjawab, kira-kira begitu.
Seiring perjalanan waktu, saya menemukan jawaban lain
yang menurut saya sangat bijak, yaitu dari Ketua PCNU Kudus
Bapak Abdul Hadi, saat saya sowan
di dhalemnya bersama rekan-rekanita yang lain. Beliau menuturkan, “PMII harus mampu mengisi tempat-tempat
strategis supaya lebih mudah menjaga paham Aswaja Annahdhiyah di kampus.” Dari sinilah saya memahami kenapa PMII juga harus
ikut andil dalam politik kampus bukan sekadar bisa melestarikan paham Aswaja. Lebih dari itu, misalkan dengan membentengi ideologi-ideologi yang
bertentangan dengan Aswaja, ironis bukan? Apabila Kudus yang notabenenya masyarakatnya berhaluan Aswaja, ketika kuliah, malah terjerumus ke organisasi yang bertentangan dengan Aswaja. Lebih ironis lagi apabila kampus yang di dalamnya banyak anak-anak PMII tapi malah dipimpin oleh non PMII. “Betul juga sih kayak kita nggak punya
kader yang berkualitas untuk belajar memimpin,”
gumanku.
Ketiga, kentut yang mengeluarkan gas Baperan. Kentut ini biasanya dikeluarkan kepada calon
anggota dan anggota PMII agar memiliki mental Baperan, mereka biasanya nyinyir,”Lapo koe melok PMII, neng kono nggak dirumat.” Bedebah! Maba yang biasanya semangat akhirnya lemas kayak rempeyek kena angin. Padahal di tubuh PMII sendiri, anggota dan kader diajarkan bagaimana bisa memiliki tanggung jawab sosial dengan motto: zikir, pikir, amal saleh. Dengan motto ini, anggota dan kader dididik menjadi insan yang
responsif, kreatif dan mandiri, dengan bahasa lain, “Ente sudah mahasiswa, masak minta didulang.” Anggota dan kader dilatih dan ditempa untuk cepat respons dan tanggap terhadap informasi. Jadi tidak ada alasan, “Tidak dirumat karena nggak ada komunikasi”.
Sejauh pengalaman saya selama menjadi anggota,
selalu ada informasi tentang kegiatan PMII lewat SMS di masa itu, selalu ada forum-forum
pengembangan diri, forum-forum pengembangan organisasi dan banyak lagi.
Jadi sekedar saran dari saya kepada calon
anggota ataupun anggota PMII untuk tidak memaknai kata “dirumat”
layaknya seperti orang tua kepada anaknya yang masih bayi/kanak-kanak, misalnya tidur dikeloni,
dimandikan, disuapin saat makan dan sebagainya, tapi senior PMII “merumat”
kita anggota baru layaknya orang tua kepada anaknya yang sudah dewasa, seperti
disuruh makan ngambil sendiri, berangkat sekolah sendiri dan sebagainya, yang pastinya
ada proses pembimbingan terlebih dahulu sebelumnya.
Baik, sekarang saya akan
mengajak kalian Bat/i-ku untuk mentadaburi hikmah apa yang dapat diambil dari
model-model kentut di atas. Apa kalian sudah tahu bahwa kentut itu adalah anugerah. Itu adalah angin yang keluar dari
tubuh, gas yang sudah tidak diperlukan. Ia akan menjadi masalah atau penyakit
apabila tidak dikeluarkan. Jadi jelas, kentut yang ada di sekitar PMII itu
perlu kalian Bat/i-ku buang sejauh mungkin, jangan kalian simpan kentut itu,
karena mestinya akan sangat menyakitkan dirimu bahkan orang di sekitarmu.
Selama ini saya, atau bahkan kita, sadar atau tidak, dengan
model kentut di atas merupakan propaganda semata, Bat/i-ku ini jelas sangat
berbahaya apabila propaganda ini terus dibiarkan, karena bisa membuat
kesalahfahaman. Namun propaganda ini bisa kita petik hikmahnya, yaitu kita
perlu tetap rapatkan barisan untuk bersama-masa menyumbangkan pikiran sekaligus
daya imajinasi kita tentang masa depan sebagai mahasiswa yang, katanya, mengemban
mandat agen perubahan sosial.
Hikmah lainnya adalah kalian Bat/i-ku perlu kiranya
senantiasa bijaksana dalam menghadapi isu-isu yang bisa menghancurkan barisan
kalian. Ingat, apa pun dan bagaimanapun keadaannya, kalian adalah, “Satu angkatan
dan satu jiwa.” Maka dengan propaganda yang selalu dibangun selama ini
bukan membuat kalian lemah, justru sebagai motivasi kalian untuk semakin kuat
dan solid. Buktikan kepada mereka, bahwa kalian bukan seperti apa yang mereka tuduhkan.
Tunduk terdiam atau bangkit melawan,
Karena diam adalah bentuk pengkhianatan.
Salam pergerakan!

0 comments