Hapus Stigma, demi Terwujudnya Indonesia Sadar Kesehatan Mental

Adi Nasiruddin Abror


Kesehatan Mental


Jika bicara mengenai kesehatan, mungkin kebanyakan orang berpikir tentang kesehatan fisik. Padahal kesehatan bukan hanya mengenai kesehatan fisik saja. World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai,Helath as a state of complate physical, mental, and social well-being and not merely the absence of disease or infinity.”

Kesehatan mental ialah salah satu komponen dasar dari definisi kesehatan tersebut. Seseorang yang mempunyai kesehatan mental yang baik, mampu untuk menyadari potensi yang dimilikinya, mengatasi tekanan yang dihadapai di kehidupan ini, beraktivitas secara produktif, serta berkontribusi pada komunitas di mana seseorang tersebut berada.

Maka dari itu, adanya gangguan mental pada diri seseorang tidak bisa dianggap enteng. Dikarenakan jumlah kasusnya bisa dibilang mengkhawatirkan. Sebanyak 450 juta orang mengalami gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia. Diperkirakan, satu dari empat orang akan mengalami gangguan mental selama masa hidup seseorang. Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO) jumlah kasus yang mengalami depresi terbanyak ada di negara India (56.675.969 kasus atau 4,5% dari jumlah populasi), sedangkan terendah berada di negara Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari jumlah populasi). Di negara Indonesia sendiri ada sebanyak 9.162.886 kasus atau 3,7% dari populasi.

Jika bicara mengenai kesehatan mental, tentunya tidak bisa lepas dari stigma-stigma negatif yang beredar di masyarakat awam, mengenai orang yang mengalami gangguan mental. Ambil contoh orang yang mengalami depresi. Orang yang mengalami depresi biasanya akan mendapat ejekan dari masyarakat sekitar. Masyarakat menganggap mereka yang mengalami depresi adalah orang-orang yang kurang iman, kurang ibadah, kurang bersyukur, lemah, dan berbagai macam tudingan negatif lainnya. Cemoohan negatif tersebut bukannya membuat orang yang mengalami depresi kian membaik, sebaliknya, justru membuat orang yang mengalami depresi tersebut kian terpuruk, dan bisa saja membuatnya enggan untuk meminta pertolongan dari orang lain.

Depresi ialah gangguan suasana hati yang dialami seseorang yang berimbas pada turunnya kondisi emosi, fisik, dan pikiran. Orang yang mengalami depresi merasakan kesedihan, kehampaan, dan ketidakberdayaan yang berlangsung secara berkepanjangan. Orang yang mengalami depresi ialah orang yang harusnya diberi perawatan khusus dari para tenaga ahli dan profesional seperti psikolog, dan psikiater. Oleh karenanya, ungkapan bahwa depresi disebabkan oleh kurang iman, kurang ibadah, kurang bersyukur, ialah stigma yang salah kaprah.

Lantas bagaimana cara menghilangkan stigma tersebut?

Mengedukasi masyarakat awam mengenai kesehatan dan manfaat dari layanan kesehatan mental, dapat menurunkan stigma terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Dapat juga meningkatkan kesadaran seseorang, baik yang tidak mengalami gangguan mental, maupun orang yang mengalami gangguan mental untuk mencari pertolongan, dan menggunakan layanan kesehatan mental dari psikolog maupun psikiater. Untuk meningkatkan konsep positif kepada masyarakat awam terhadap kesehatan mental dapat dilalui dengan cara perubahan sikap. Yaitu dengan pemaparan secara berulang-ulang yang memungkinkan membuat penambahan informasi dalam pikiran seseorang, sehingga seseorang tersebut merasakan suatu stimulus yang dirasa familiar, serta tidak mengancam individu tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jonathan Soebianto, dalam penelitian berjudul “Pengaruh Edukasi Kesehatan Mental Intensif Terhadap Stigma pada Pengguna Layanan Kesehatan Mental”. Hasil studi yang dilakukan secara intensif ini menjelaskan bahwa stigma sosial dapat berkurang secara signifikan dengan cara membaca artikel psikoedukasi.

Menurunkan stigma negaitif pada orang yang mengalami gangguan mental dapat juga dilakukan dengan cara menjalin kontak dengan orang yang mengalami gangguan mental. Secara tidak langsung hal tersebut dapat menurunkan stigma seseorang secara signifikan. Dalam menjalin kontak sosial, orang lain dapat menerima lebih banyak informasi mengenai kehidupan seseorang yang mengalami gangguan mental, sehingga dapat memberikan atribusi yang lebih tepat.

Untuk mengurangi, serta menghilangkan stigma masyarakat awam mengenai kesehatan mental tentu perlu adanya keseimbangan antara edukasi, sosialisasi, dan peningkatan fasilitas layanan kesehatan mental. Usaha tersebut tentunya perlu dilakukan oleh beberapa pihak terkait, bukan hanya pemerintah saja yang melakukannya, namun butuh bantuan juga dari masyarakat, ahli kesehatan mental, tokoh masyarakat yang bergerak pada bidang kesehatan mental, serta tenaga profesional kesehatan mental. Demi terwujudnya Indonesia sadar kesehatan mental.



Tentang Penulis:
Photo
Saat ini sedang menempuh Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus. Cerpennya yang berjudul “Aku, Depresi, dan Insiden” menjadikannya finalis sepuluh besar sayembara cerpen yang diadakan oleh LPM Pradigma IAIN Kudus. Puisi karyanya terhimpun dalam beberapa buku antologi, antara lain Bumi Indonesia (Penerbit ANM, 2019), Selembar Kertas Ujian (Penerbit Landasan Ilmu, 2019), Di Batas Kota (Penerbit Landasan Ilmu, 2019), Masa Depan (Alinea Publishing, 2019), Sajak-Sajak Langka(h) (Penerbit Kanca Media, 2020), Setelah Sapardi Pergi (Penerbit Diomedia, 2020). Cerpen karyanya terhimpun dalam buku antologi Ujung Mimpi William (SIP Publishing, 2019), dan 14 x 2 Mata Pancing (Penerbit Beruang, 2020).

0 comments