Kudus, Pusat Industri Rokok

Mukti Sutarman Espe

Esai Mukti Sutarman Espe


Sejarah Itu Berawal dari Sini


Memasuki Kabupaten Kudus dari arah Semarang, segera kita akan disambut mesra oleh bangunan pintu gerbang kota yang berkontruksi unik sekaligus menarik. Bangunan megah bertuliskan “Kudus Kota Kretek” yang biaya  pembangunannya ditaksir senilai Rp. 16 milyar itu,  seolah ingin mengabarkan kepada siapa pun bahwa Kudus merupakan pusat industri rokok tidak hanya di Jawa Tengah, tetapi juga Indonesia.

Kota Kudus memang tidak bisa dilepaskan dari rokok. Diakui atau tidak perjalanan panjang sejarah industri rokok di  pulau Jawa boleh dikata berawal dari kota ini. Sebuah catatan menyebutkan bahwa pertengahan abad XX, setiap gang yang  ada di kota Kudus nyaris dapat dengan mudah dijumpai pabrik rokok, baik dalam ukuran besar maupun kecil. Hal itu tertegaskan dengan adanya berbagai macam ragam merek rokok buatan Kudus; seperti rokok Cap Kodok Mangan Ulo, Cap Djeroek,  Cap Djangkar, Cap Bal Tiga, Cap Menara, Cap Kali Gelis,Cap  Muria, Cap Rumah Kapal, Cap Bola Doenia, Cap Kembang Gading, Cap Roti, Cap Gilingan, Cap  Ajem, dan  entah cap atau merek apalagi. Begitu banyaknya sehingga terlalu panjang bila ditulis semua di sini.

Predikat Kudus sebagai Kota Penghasil Rokok kian berkibar manakala sekitar tahun 1870-1880 Haji Jamhari, penduduk Desa Langgar Dalem, tanpa sengaja menemukan formula rokok kretek, yang semula dimaksudkan sebagai penyembuh sakit batuk. Formula itu berupa rajangan  tembakau dicampur cengkih yang dibungkus dengan klobot. Ketika  rokok itu ujungnya dibakar terdengarlah bunyi “kretek, kretek”. Sejak itulah lahir jenis Rokok Kretek.  Haji Jamhari kemudian memproduksi rokok kretek itu dan dijual untuk umum.

Cara memproduksi Rokok Kretek temuan Jamhari itu segera diikuti oleh sebagian warga. Tak pelak jenis rokok ini berkembang menjadi industri rumahan yang prospeknya amat menjanjikan. Sebuah penelitian informal menyebutkan, hasil  ekonomis dari membuat rokok kretek itu mampu melahirkan kelas sosial masyarakat golongan menengah kaum pribumi yang berasal dari Kudus Kulon. Sekadar informasi, Kudus Kulon adalah wilayan yang berada di sebelah barat Kali Gelis. Dahulu  wilayah itulah yang menjadi sentra dari kantong-kantong industri rokok di Kudus.

Awal tahun 1914 dari Kudus Kulon muncul nama Nitisemito yang melakukan perubahan besar pada industri  rokok kretek di Kudus. Rokok yang semula merupakan industri rumah tangga diubah menjadi industri berskala besar dengan cara mendirikan pabrik di atas lahan seluas 14 hektar. Pabrik itu mampu menyerap sekitar 15.000 tenaga kerja. Maka bisa dibilang Nitisemitolah orang yang kali pertama menjadikan rokok sebagai komoditi pabrikan. Rokok diproduksi besar-besaran dengan melibatkan ribuan tenaga kerja. Atas rintisannya itu tidak heran  bila kemudian Nitisemito diberi predikat Raja Kretek.

Setelah era kejayaan Raja Kretek Nitisemito surut, tercatat rokok merek Djarum Gramofon yang menyodok ke depan. Perusahaan rokok ini bukan pemain baru dalam bisnis rokok di Kudus sebab Djarum  Gramofon yang didirikan Oei Wie Gwan sudah berproduksi sejak tahun 1951. Dengan pelbagai cerita pahit dan manis, jatuh dan bangun yang dialami, sampai saat ini Djarum Gramofon masih bertahan hidup. Tidak hanya bisa bertahan hidup bahkan seiring dengan perjalanan waktu Dajrum (kata gramofon dihilangkan) mengalami progresitas yang teramat pesat.

Ketahanan untuk tetap hidup dan berkembang secara dinamis dalam rentang waktu panjang yang dilalui dalam persaingan merebut selera konsumen menjadi salah satu tanda bahwa perusahaan rokok Djarum  Kudus  --nama ini yang kemudian lebih dikenal masyarakat luas-- benar benar mempunyai keistimewaan. Realitas di lapangan  mendedahkan bahwa memang Perusahaan Rokok Djarum inilah yang berhasil “mempabrikkan” hampir seluruh wilayah Kabupaten Kudus. Sekarang ini bangunan pabrik  rokok tersebut tidak hanya bisa ditemukan di Kecamatan Kota saja, tetapi hampir seluruh kecamatan yang ada di Kudus, seperti Kecamatan Jati, Kecamatan Mejobo, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Bae, Kecamatan Jekulo, dengan mudah dapat dijumpai bangunan-bangunan pabrik, brak-brak  yang digunakan sebagai tempat  memproduksi milyaran batang  rokok bermerek Djarum dengan berbagai produk variannya. 

Keberhasilan mengelola rokok sebagai barang komoditas yang menguntungkan secara finansial tidak sertamerta membuat para pemilik Djarum lupa diri. Sebagai bentuk tanggung jawab sosial  kepada masyarakat  perusahaan itu  membuat  beberapa program untuk kepentingan umum. Dari program yang dibuat muncul berbagai kegiatan dengan bendera Djarum Foundation.

Gerak kegiatan Djarum Fondation antara lain, Bakti Lingkungan dengan kegiatan  Penanaman 1000 Pohon Trembesi di sepanjang jalur pantura Jawa, Bakti Pendidikan degan kegiatan Pemberian Beasiwa, Bakti Budaya dengan kegiatan mensuport dana untuk bermacam pagelaran seni budaya , Bakti Olahraga  dengan kegiatan mendirikan gedung olah raga serta mendidik anak-anak berusia muda dalam cabang olah raga bulutangkis dan  sepak bola.  

Pendek kata, Perusahaan Djarum Kudus yang kini  berkembang dengan lesatan luar biasa itu sebagian besar mengandalkan basis usaha komoditas rokok. Dan milyaran batang rokok hasil produksi Djarum yang tersebar baik  di pasar dalam negeri maupun luar negeri sebagian besar dibuat di 20 buah brak yang bangunannya  tersebar di wilayah Kabupaten Kudus.

Selain Perusahaan Rokok Djarum saat ini di Kudus juga terdapat perusahaan rokok bermerek lain. Sebut misalnya, Perusahaan Rokok Sukun, Perusahaan Rokok Nojorono, Perusahaan Rokok janur Kuning, Perusahaan Rokok Pamor, dan puluhan nama perusahaan lain yang tidak bisa disebut satu per satu. Seberapapun,  pastilah perusahaan-perusahaan  itu mempunyai kontribusi pada pemerintah, sedikitnya prihal penyerapan tenaga kerja dan pemasukan  cukai untuk negara. Satu lagi mereka juga ikut berperan serta menjadikan Kudus sebagai pusat industri rokok.

Selain rokok, sebenarnya  pemerintah Kabupaten Kudus juga mengandalkan sektor-sektor lain sebagai sumber pendapatan daerah. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa industri rokoklah yang menjadi pilar penopang utamanya. Kontribusi cukai rokok yang begitu besar bahkan mampu menjadikan Kudus sebagai kabupaten yang tingkat perkembangan ekonominya relatif lebih progresif bila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang ada di sekitarnya. 

Data terkini yang diperoleh dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Kudus, yang membawahi Wilayah Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora, mencatat, tahun 2015 terdapat perusahan rokok dengan klasifikasi, golongan I sejumlah 6 perusahaan, golongan II sejumlah 4 perusahaan, dan golongan III sejumlah 80 perusahaan. Golongan I memproduksi rokok sebanyak 2 milyar batang per tahun, Golongan II sebanyak 400 juta-2 milyar batang per tahun, golongan III 400 juta per tahun.

Sedangkan di wilayah Kabupaten Kudus sendiri  terdapat pabrik rokok golongan I sebanyak 6 perusahaan, golongan II sebanyak 4 perusahaan, dan golongan III sebanyak 57 perusahaan. Total jumlah perusahaan rokok semua golongan  yang ada di Kudus sebanyak 67 perusahaan. Tenaga kerja yang  terserap oleh 67 perusahaan itu sekitar 80 hingga 100 orang. Jumlah yang cukup besar mengingat jumlah penduduk keseluruhan  Kabupaten Kudus yang  sekitar 810.000 jiwa.

Besaran jumlah tenaga kerja yang telibat dalam industri rokok itu mencerminkan betapa rokok telah menjadi bagian penting bagi ketenagakerjaan dan perputaran laju roda ekonomi di Kabupaten Kudus. Dari sisi ketenagakerjaan, kehadiran industri rokok secara kasat mata jelas-jelas sangat membantu mengurangi jumlah pengangguran. Sedang dari titik ekonomi, keberadaan industri rokok mampu mendorong bertumbuhkembangnya program sektor unggulan yang telah dicanangkan  pemerintah kabupaten  Kudus, yakni perdagangan dan jasa.

Kiranya tidak ada yang akan menampik pernyataan, Kudus Pusat Industri Rokok! Mengapa? Sebab realitas dan data faktual  yang ada memang menunjukkan hal itu. Estimasi target cukai yang dibuat KPPBC Tipe Madya Kudus, tahun 2015 ini, boleh jadi bisa dijadikan penguat pernyataan di atas. Estimasi target cukai KPPBC Kudus  yang besarannya sekitar 32 triliun, 90  persen targetnya berasal dari Kudus.[]

Tentang Penulis:
Photo
Penyair, mukim di Kudus.

1 comments